Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

*Setelah 10 Tahun Mandek, Kabid Propam Diminta Periksa 3 Oknum Polisi Terkait Kasus yang Dihentikan*

Selasa, 22 April 2025 | April 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-23T10:02:15Z




Medan,// Jawaranews.com - 10.tahun kasus penguasaan lahan tanpa izin yang berhak yang dilaporkan Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Sumut Dedy Mauritz Simanjuntak memasuki episode baru. Pasca Dedy membuat laporan ke Bid Propam Polda, terkait dugaan ketidakprofesionalan penyidik Polrestabes Medan dan Polda Sumut atas penanganan kasus yang ia alami (Kamis 6/3/2025), dengan Tanda Bukti Surat Penerimaan Pengaduan Propam No. SPSP2/42/III/2025/SUBBAGYANDUAN. Hampir 1,5 bulan (Senin, 14 April 2025) kemudian ia di panggil untuk klarifikasi oleh Sub Bid Paminal Bid Propam Polda Sumut. Dengan introgator Brigadir Irwandy SH dan Kanit Sub Bid Paminal AKP Suherman SH.




Sebelumnya Dedy telah melaporkan kasus ini sejak 2015 dengan No. LP 1286/X/2015/SPKT "I" di Polda Sumut yang akhirnya dilimpahkan ke Polrestabes Medan. Ada 2 pihak yang dilaporkan.

Salah satu terlapor naik statusnya menjadi tersangka 7 tahun kemudian setelah Dedy melakukan unjuk rasa dan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri, yang berujung perdamaian diantara kedua belah pihak. Sedangkan terlapor lain Bobby kasus pidana nya ditutup karena meninggal dunia, sehingga Dedy membuat LP baru terhadap ahli waris yang menguasai lahan tersebut sekarang (WK) dan menyewakan nya menjadi rumah kost ( STTLP/B/1311/IV/2022/SPKT/Polrestabes Medan/Polda Sumut). Karena kejadian berulang, tidak ada progres sedikit pun ditangan penyidik Aipda Fachri, akhirnya  Dedy melaporkan hal tersebut kepada Kapolda pada saat itu, Irjen Panca Simanjuntak dalam sebuah pertemuan.


Kapolda Irjen Panca marah besar kepada Dirkrimum Kombes Sumaryono SH, MH, dihadapan Pejabat Polda lain dan memerintahkan agar kasus tersebut ditarik kembali ke Polda dan dituntaskan segera. 2 hari kemudian Kapolda pindah tugas, dan perintah itu tidak dijalankan. Dirkrimum Kombes Sumaryono SH, MH  melalu AKP Enand Daulay dan Aiptu HD memproses nya setelah didesak dan  justru meng SP3 kan kasus tersebut di tahun berikutnya.


'Saya kena prank, bukan nya di selesaikan, tapi malah ditutup. Patut di duga karena Dirkrimum tersinggung, kasus ini digantung lagi meskipun sudah atensi Kapolda. Karena sosok yang mereka segani dan takuti yaitu Irjen Panca Simanjuntak sudah pindah tugas.

Anehnya lagi , penyelidik AKP Enand Daulay menawarkan agar kasus ini dibuka kembali. Kalau memang mau dibuka kembali, kenapa harus dikeluarkan SP3? Lanjutkan saja proses hukum nya, kata Dedy. 'Saya mengurungkan niat tersebut karena terlihat negosiatif dan tidak sesuai prosedur. Pengalaman saya sebelumnya bersama penyidik yang lain saya akan diajak bernegosiasi tentang apa yang akan mereka dapat sebagai balas jasa jika kasus mereka proses", lanjut Dedy 


"Keterangan saya peroleh melalui surat Kompolnas yang menyatakan bahwa alasan SP3 karena pemilik tanah tersebut sudah meninggal dunia. Apakah penyelidik menyimpulkan bahwa tanah yang diduga diserobot itu adalah milik terlapor alm. Bobby? Copy serifikat mereka saya pegang, pengukuran ulang membuktikan bahwa mereka menyerobot tanah kami. Di tambah dengan kesaksian aparatur BPN Medan hingga ke tingkat Kementrian yang menyatakan bahwa tanah kami diserobot, kurang apa lagi? " ujar Dedy. Melalui perdamaian dengan salah satu terlapor lain, sebenarnya menjadi acuan yang kuat bagi polisi untuk membidik WK terduga pelaku tersebut . Karena tanah yang menjadi objek perkara tersebut satu sertifikat.


"Yang saya laporkan sekarang adalah terduga pelaku tindak pidana yang adalah ahli waris alm Bobby, dan terlihat kasat mata mengelola rumah kost tersebut. Ia menerima uang dari penyewaan rumah kost itu. Saat pelaku meninggal dunia, maka pertanggungjawaban dan sanksi pidana gugur. Seharusnya perbuatan pidana itu juga berhenti. Tapi dalam kasus ini terus dilanjutkan oleh ahli warisnya

Dan menurut polisi itu bukan perbuatan pidana. Berati siapapun yang menguasai tanah tersebut sampai kapan pun tidak bisa di pidana. Sangat mencederai logika berpikir"


Drama ini masih terus berlanjut, hampir setahun setelah di SP3 , terbit SP2HP oleh penyidik Polrestabes Medan Aipda F yang menyatakan bahwa kasus ini dilimpahkan ke Polda Sumut dengan keterangan yang keliru dalam SP2HP tersebut. Secara kronologi waktu sudah salah,isi surat pun salah. Dalam hukum acara pidana dokumen hukum itu tidak boleh ada kekeliruan. "Kalau administrasi salah, patut diduga substansi dan penanganan nya pun tidak benar," kata Dedy 


" Penyidik menggunakan pasal 6 ayat (1) UU RI No 51 Prp Tahun 1960 " Memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah" untuk membidik pelaku dan itu masuk kategori tindak pidana ringan.dan sulit dibuktikan, tapi mengapa kasus ini tidak bisa terungkap?" Dedy juga mempertanyakan pasal yang digunakan oleh penyidik dengan ancaman hukuman yang paling ringan yaitu 3 bulan, karena masih ada pasal lain yang lebih memenuhi unsur jika diterapkan kepada terduga pelaku dengan ancaman hukuman lebih berat.


Patut diduga kasus ini menjadi sulit dirampungkan karena ada yang membekingi. "Setahu saya ada notaris mantan perwira polisi berpangkat Kombes yang memback up terduga pelaku,"kata Dedy.


"Perkara semudah ini tidak dapat dituntaskan, itu justru menurunkan marwah institusi Polri," lanjut Dedy" 

Saya memiliki bukti bahwa penyidik melakukan penelantaran kasus dan penyalahgunaan kewenangan mulai dari sejak LP pertama hingga LP kedua, sehingga kasus semudah ini tak kunjung tuntas, meskipun 5 kali ganti penyidik dan 5 kali ganti Kapolda, kata Dedy. 


Di tingkat atas petinggi Polri dan Kementrian ATR/BPN. Saya mengira dengan mengadukan kepada pimpinan Polrestabes Medan maka kasus ini akan jalan kembali, tapi malah di tutup. Miris sekali mencari keadilan di republik ini. Saya seakan terjebak dalam kondisi yang serba gantung.10 tahun kami mencari keadilan dan kepastian hukum. Kami bayar pajak sesuai ukuran tanah disertifikat. Tapi ada orang lain yang dengan bebas menguasai dan menyewakan tanah di atas tanah yang kami bayar pajaknya itu. Perbuatan pidana itu didepan mata, kami mengalami dampaknya. Hukum tidak mampu menindak pelaku, sangat menyakitkan, sahut Dedy dengan geram.


Dedy meminta agar Kabid Propam memproses laporan nya karena ia adalah korban kesewenang-wenangan penyidik dan berharap agar kasus ini di buka kembali dengan prosedur yang benar.



di tempat terpisah wartawan mencoba mengkonfirmasi melalui via WhatsApp kepada " Kanit Paminal propam Polda Sumut yang bernama Suherman, terkait kasus tersebut namun pihaknya belum memberikan tanggapan, Hingga berita ini terbit. ( Red )



×
Berita Terbaru Update